Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menyebutkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menginginkan sistem electronic voting (e-voting) diterapkan saat pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018. Harapannya dengan sistem ini, perhitungan suara hasil pilkada bisa lebih cepat. "KPU inginnya e-voting. Jam ini dilakukan penghitungan suara di TPS selesai, di detik yang sama (datannya) sudah terekam di KPU pusat," ungkap Tjahjo seusai Seminar Nasional XXVI Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), di Kampus Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (27/4/2017).
Menurut dia, sistem e-voting untuk sementara bisa dilakukan lewat short message service (sms). Rekapitulasi suara di tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), bisa langsung dikirimkan ke KPU pusat. "Lewat SMS kan cepet," katanya. Dia membandingkan dengan pemilu di Filipina, di negara tersebut hasil pemilu sudah diketahui jam 15.00 waktu pemilu. "Di Filipina saja jam 3 sore sudah bisa ketahuan (hasil pemilu). Nanti Kami menyiapkan. Penyelenggara regulasi kami serahkan ke KPU. Pengawasannya ke Bawaslu. Pengamanannya ke TNI, Polri, dan BIN. Untuk monitoring bisa dilakukan di semua perguruan tinggi," tambahnya. Jika terealisasi, sistem ini lanjut dia, tidak perlu dimasukkan dalam undang-undang pemilu. Sebab itu, sistem ini bisa saja diterapkan. "
Saya kira enggak perlu (dimasukkan UU). Kalau dulu kan kotak suara di taruh di kecamatan, rawan. Sekarang enggak, setelah selesai penghitungan suara bisa langsung terekam," katanya. Tjahjo menambahkan dalam pelaksanaan pilkada serentak anggarannya dipastikan membengkak. Dia mengaku pilkada serentak saat ini juga terjadi pembengkakan anggaran sampai 200 persen, bukan penghematan. "Kondisi pilkada serentak 2018 nanti akan masih sama, membengkak. Kalau dulu kendaraan bisa pinjam pemda, sekarang beli mobil. Jadinya efisiensi tidak ada. Tapi memang ukuran suksesnya kegiatan politik tidak bisa diukur dengan uang," pungkas Tjahjo. Gelaran Pimilu 2019 mendatang tidak menutup kemungkinan menggunakan sistem voting secara elektronik alias e-voting. Bila diterapkan, maka hal ini lebih cepat dari rencana awal yang sejatinya dilakukan pada Pemilu 2024.
"Tahun 2018 data kependudukan akan sudah siap, yang dewasa dan yang punya hak pilih datanya siap, tinggal KPU melakukan verifikasi ulang. Kalau itu bisa nanti 2019 mau e-voting memungkinkan dan siap," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dilansir Rakyat Merdeka Online (Jawa Pos Grup), Minggu (30/4). Menurut Tjahjo, aturan mengenai e-voting akan turut dimasukkan dalam RUU Pemilu yang sedang dibahas bersama DPR. Diharapkan dengan pemberlakuan e-voting ini proses pemilu dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. "Nanti regulasi diserahkan ke KPU, pengawasan pada Bawaslu, pengamanannya pada TNI/Polri dan BIN, ada juga dari perguruan tinggi dan pers (yang memantau)," tukas Tjahjo.(bon/rmol/mam/JPG)