Peralihan dukungan semua partai politik pendukung salah satu pasangan calon pada pemilihan wali kota Makassar, Sulawesi Selatan, dinilai sebagai sebuah proses yang tidak wajar. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Polri harus terus memantau secara seksama Pilwakot Makasar itu.
Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Adhie M Massardi mengatakan, secara umum Pilkada Serentak 2018 yang digelar di 171 daerah memang terkesan berlangsung biasa-biasa saja. Pilkada kali ini tidak melahirkan pertarungan gagasan tokoh-tokoh lokal fenomenal yang akan mengangkat nasib, harkat, dan martabat rakyat di daerah.
Hasil Quick Count Hitung Cepat Pilkada pilwali Kota Makassar 2018 :
1 Danny Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi)
2 Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu)
#update Hasil Quick Count Hitung Cepat Pilkada pilwali Kota Makassar 2018 masih menunggu pada waktunya
Proses yang tidak wajar itu, menurut koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini, dimulai dari hengkangnya semua parpol pendukung salah satu pasangan calon, yakni M Ramdhan (Danny) Pomanto-Indira Mulyasari. Dukungan partai itu dialihkan ke pasangan lain, yakni Munafri Arifuddin-Rahmatika Dewi, sehingga paslon yang ditinggal semua parpol tersebut harus maju lewat mekanisme perseorangan (jalur independen).
Adhie mencontohkan munculnya kasus pengadaan pohon ketapang dan pembagian telepon genggam kepada seluruh RT/RW ke ranah hukum, yang diarahkan kepada Danny Pomanto sebagai calon petahana. Menurut Adhie, ada dua ketidakwajaran dalam kasus tersebut. Pertama, Polda Sulsel tidak mengindahkan instruksi Kapolri yang tidak akan memroses persoalan hukum paslon yang sedang berlaga, apalagi bila yang mengadukan kasus itu adalah lawannya.